TATA LAKSANA
GEREJA KRISTEN JAWA

BAB I
PENGORGANISASIAN

BAGIAN PERTAMA
GEREJA

Pasal 1
LOGO, MARS, DAN HYMNE

(1)       Logo GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode XIX GKJ tahun 1989 di Manahan, Surakarta. (gambar dan makna Logo terlampir).
(2)       Mars GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode Antara GKJ tahun 2000 di Baturaden, Purwokerto. (terlampir).
(3)       Hymne GKJ adalah hasil keputusan Sidang Sinode XXIII GKJ tahun 2002 di Wonogiri. (terlampir).
(4)       Mars dan Hymne GKJ dinyanyikan dalam momentum-momentum gerejawi yang penting.

Pasal 2
STATUS, NAMA, DAN KEDUDUKAN HUKUM

(1)       Status Badan Hukum GKJ didasarkan pada Staatsblad tahun 1927 nomor 156 dan 157 serta Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 19 tahun 1966.
(2)       Penentuan nama sebuah Gereja ditetapkan oleh Sidang Majelis Gereja yang besangkutan.
(3)       Nama sebuah Gereja dapat memakai nama daerah tempat Gereja itu berada, nama-nama dalam Alkitab atau nama-nama lain yang mengandung makna tertentu.
(4)       Nama Gereja perlu diinformasikan ke Klasis, Sinode, dan instansi-instansi lain yang dipandang perlu.
(5)       Nama Gereja dan Logo GKJ perlu tertera dalam cap, kop surat, dan papan nama Gereja.
(6)       Penentuan alamat dan kedudukan hukum sebuah Gereja ditetapkan oleh Sidang Majelis Gereja yang bersangkutan dengan mempertimbangkan aspek administratif pemerintahan di mana Gereja tersebut berada, demi kelancaran segala urusan.

Pasal 3
PENDEWASAAN GEREJA

(1)       Syarat-syarat pepanthan yang akan didewasakan menjadi Gereja:
1.   Mempunyai motivasi yang sehat sesuai dengan nilai-nilai kristiani.
2.   Mempunyai tujuan demi perkembangan Gereja baik yang mendewasakan maupun yang didewasakan.
3.   Mempunyai kemampuan untuk memerintah diri sendiri, mengembangkan diri sendiri, dan membiayai diri sendiri berdasarkan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
4.   Mempunyai jumlah warga gereja sekurang-kurangnya 150 (seratus lima puluh) orang (50 KK).
5.   Mempunyai jumlah warga dewasa sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang yang bersedia dan mampu menjadi pejabat gerejawi.
6.   Mempunyai kemampuan keuangan gereja yang sekurang-kurangnya 40% dari Anggaran Pendapatan Belanja Gereja (APBG) per tahun dapat dipakai untuk mencukupi kebutuhan Biaya Hidup Pendeta Gereja yang bersangkutan berdasarkan peraturan Sinode yang berlaku.
7.   Ada tempat ibadah yang dapat menjamin keberlangsungan pelaksanaan ibadah gereja.
(2)       Prosedur Pendewasaan Gereja:  
1.   Majelis Gereja memutuskan rencana pendewasaan satu atau beberapa pepanthan menjadi Gereja dewasa.
2.   Pepanthan yang akan didewasakan diberi kesempatan latihan hidup mandiri sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun.
3.   Latihan hidup mandiri meliputi:
a.   Pengorganisasian Gereja.
b.   Pelaksanaan tugas panggilan Gereja yaitu Pemberitaan Injil dan pemeliharaan warga Gereja.
c.   Kehartakaan Gereja.
4.   Jika latihan hidup mandiri sebagaimana tersebut dalam ayat (2).3. sudah dipenuhi dan Majelis Gereja memutuskan pepanthan tersebut layak didewasakan, maka Majelis Gereja yang bersangkutan menyampaikan rencana pendewasaan pepanthan tersebut kepada Sidang Klasis.
5.   Setelah Sidang Klasis membahas rencana pendewasaan Gereja tersebut, maka sidang mengutus Visitator untuk mengadakan pendampingan terhadap Gereja yang akan mendewasakan dan penilaian terhadap pepanthan yang akan didewasakan, selanjutnya melaporkan ke Sidang Klasis setelah pelaksanaan tugas tersebut.
6.   Sidang membahas laporan Visitator untuk menyetujui atau tidak menyetujui.
7.   Apabila sidang menyetujui rencana pendewasaan sebagaimana yang dilaporkan Visitator, maka Majelis Gereja mengadakan kebaktian pendewasaan yang ditandai dengan peneguhan pejabat-pejabat gerejawi dengan menggunakan pertelaan yang ditetapkan oleh Sinode, selambat-lambatnya enam bulan setelah keputusan Sidang Klasis.
8.   Pejabat gerejawi Gereja yang mendewasakan, yang akan diteguhkan menjadi pejabat gerejawi Gereja baru, terlebih dahulu harus diberhentikan dari jabatan gerejawi Gereja yang mendewasakan tersebut.
9.   Majelis Gereja yang mendewasakan menginformasikan ke Sidang Klasis setelah pendewasaan, agar Sidang Klasis menerima gereja yang baru didewasakan tersebut sebagai anggota Klasis dan sekaligus menjadi peserta Sidang Klasis. Untuk itu gereja penghimpun Sidang Klasis wajib mengundang gereja yang baru didewasakan itu.
10.  Klasis berkewajiban menginformasikan pendewasaan gereja baru tersebut kepada Sidang Sinode untuk diterima sebagai anggota Sinode GKJ.
11.  Majelis gereja yang mendewasakan menginformasikan pendewasaan gereja tersebut kepada lembaga-lembaga yang dipandang perlu.