Pasal 18
BADAN-BADAN PEMBANTU MAJELIS GEREJA

(1)       Komisi Pelayanan Gereja.
1.   Setiap gereja dapat mengangkat Badan Pembantu Majelis Gereja untuk melaksanakan tugas yang bersifat tetap dan terus-menerus yang disebut Komisi. Penentuan jenis Komisi dapat berdasarkan pendekatan kategori umur, kategori profesi atau jenis pelayanan, disertai uraian tugas yang jelas dan konkret dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas gereja.
2.   Mereka yang dapat diangkat sebagai Komisi adalah warga Gereja yang dipandang layak oleh Majelis Gereja.
3.   Komisi  dilantik dalam kebaktian jemaat.
4.   Masa bakti Komisi selama 2 (dua) tahun.
5.   Dalam pelaksanaan tugasnya Komisi senantiasa berkonsultasi dengan Majelis Gereja.
6.   Komisi harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban tugasnya kepada Majelis Gereja, baik secara periodik maupun pada akhir tugasnya.
7.   Untuk melaksanakan tugasnya Komisi memperoleh dana dari Majelis Gereja dan dapat menggali dana sendiri dengan persetujuan Majelis Gereja.
8.   Komisi harus membuat, menyimpan, dan merawat inventaris, arsip-arsip dan dokumen-dokumen lain; serta pada masa akhir tugasnya menyerahkan semua kepada Majelis Gereja.
(2)       Tim/Panitia.
1.   Setiap Gereja dapat mengangkat Badan Pembantu Majelis untuk melaksanakan tugas tertentu dalam waktu tertentu yang disebut Tim/Panitia disertai uraian tugas yang jelas dan konkret dalam rangka menunjang pelaksanaan tugas Gereja.
2.   Dalam melaksanakan tugasnya Tim/Panitia senantiasa berkonsultasi dengan Majelis Gereja.
3.   Untuk melaksanakan tugasnya, Tim/Panitia memperoleh dana dari Majelis Gereja dan dapat menggali dana sendiri dengan persetujuan Majelis Gereja.
4.   Tim/Panitia harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugasnya kepada Majelis Gereja, baik secara periodik dan atau pada akhir masa tugasnya.

Pasal 19
ADMINISTRASI GEREJA

(1)       Administrasi gereja yang baik meliputi:
1.   Perencanaan yaitu segala tindakan untuk menyusun sebuah rencana kegiatan yang meliputi rumusan tujuan yang akan dicapai, waktu dan tempat pelaksanaan, pelaksana, biaya, dengan mempertimbangkan kekuatan gereja, kelemahan gereja, peluang, dan ancaman dihadapi.
2.   Pengaturan yaitu segala tindakan untuk mengatur hal-hal yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan sebuah kegiatan yang akan dilakukan meliputi rapat-rapat, penetapan tenaga pelaksana, penjabaran tugas, mekanisme kerja, dan jadwal tahapan waktu pelaksanaan.
3.   Pelaksanaan yaitu segala tindakan yang dilakukan sebagai realisasi dari apa yang telah ditetapkan dalam perencanaan dan pengaturan.
4.   Pengawasan yaitu segala tindakan untuk mengawasi pelaksanaan segala kegiatan dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan perencanaan.
5.   Evaluasi yaitu segala tindakan penilaian terhadap suatu kegiatan tertentu, agar hasilnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan mempertimbangkan faktor penunjang/penghambat pelaksanaan, sehingga hasil akhir dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan kegiatan yang akan datang.
(2)       Pelaksanaan administrasi gereja diatur sesuai dengan standar ketatausahaan yang berlaku.

Pasal 20
KEKAYAAN GEREJA

(1)       Kekayaan Gereja diperoleh dari:
1.   Persembahan warga gereja sebagai salah satu kewajibannya yang berupa uang dan barang baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak.
a.   Persembahan berupa uang terdiri dari:
i.    Mingguan.
ii.    Bulanan/persepuluhan.
iii.   Pembangunan.
iv.   Istimewa:      
1)   Baptis.
2)   Pernikahan.
3)   Hari Raya Kristen.
4)   Undhuh-undhuh.
5)   Ucapan syukur berkaitan dengan peristiwa khusus.
v.   Lain-lain.
b.   Persembahan berupa barang terdiri dari:
i.    Barang bergerak.
ii.    Barang tidak bergerak.
2.   Sumbangan-sumbangan yang tidak mengikat dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
3.   Usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Alkitabiah.
(2)       Kepemilikan.
Semua kekayaan Gereja harus dilengkapi dengan bukti-bukti kepemilikan yang sah atas nama Gereja.
(3)       Peruntukan kekayaan.
Semua kekayaan Gereja digunakan untuk mendukung terwujudnya hakikat Gereja dan pelaksanaan tugas panggilan Gereja, baik aras Gereja setempat, Klasis, maupun Sinode.
(4)       Pengelolaan.
Semua kekayaan Gereja harus diatur penggunaannya, dijaga keutuhan dan keamanannya, serta diupayakan pengembangannya. Kekayaan tersebut dikelola dengan sistem administrasi yang baik di bawah tanggung jawab Majelis Gereja.
(5)       Pengawasan dan Pemeriksaan.
Pengawasan dan pemeriksaan harus dilaksanakan secara periodik meliputi aspek-aspek pemeriksaan keabsahan (legal audit), pemeriksaan pengelolaan (management audit), dan pemeriksaan keuangan (financial audit).
(6)       Informasi Keuangan Gereja.
Semua posisi keuangan secara periodik diinformasikan kepada Warga Gereja.

Pasal 21
PERUBAHAN STATUS GEREJA

(1)       Alasan perubahan status.
Suatu Gereja dapat berubah statusnya menjadi pepanthan, apabila dalam perkembangannya Gereja tersebut tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang dinyatakan dalam pasal 2.(1). Tata Gereja GKJ yang ditandai dengan tidak terpenuhinya Pasal 3.(1). Tata Laksana ini.
(2)       Prosedur perubahan status:
1.   Berdasarkan informasi dari Visitator Klasis dan atau Gereja, bahwa suatu Gereja yang bersangkutan mengalami kemunduran, sehingga tidak dapat memenuhi kriteria sebagai Gereja dewasa, maka  Sidang Klasis mengutus Visitator khusus. Visitator mengadakan pemeriksaan hal pengorganisasian/ kepemimpinan, pelaksanaan tugas pewartaan, pemeliharaan, dan keuangan gereja, kemudian melaporkan ke Sidang Klasis berikutnya.
2.   Berdasarkan laporan Visitator, Sidang Klasis menetapkan program pendampingan dalam periode tertentu bagi Gereja yang bersangkutan agar tetap bertahan.
3.   Setelah periode program pendampingan selesai dan ternyata Gereja tersebut tidak mungkin dipertahankan sebagai Gereja Dewasa, maka Sidang Klasis memutuskan perubahan status Gereja tersebut menjadi Pepanthan dari suatu Gereja tertentu. Penggabungan Pepanthan baru ke suatu Gereja tertentu dengan mempertimbangkan aspek geografis, sejarah, dan kesiapan Gereja yang akan menjadi induknya.
4.   Rencana perubahan status itu diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut di seluruh Gereja anggota klasis.
5.   Peresmian perubahan status itu ditandai dengan penerimaan Majelis Gereja dari Gereja yang berubah statusnya, sebagai Majelis Gereja di Gereja yang sekarang menjadi Gereja induknya. Peresmian tersebut dilaksanakan dalam suatu kebaktian dengan menggunakan pertelaan yang berlaku.
6.   Perubahan status dari Gereja menjadi Pepanthan diberitahukan oleh Majelis Gereja yang bersangkutan kepada semua pihak yang terkait.