Pasal 55
PAMERDI

(1)       Yang dimaksud pamerdi adalah tindakan Gereja berdasarkan kasih sebagai bentuk pemeliharaan iman kepada warga Gereja atau pejabat Gerejawi yang jatuh ke dalam dosa, atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan.  Hal tersebut dapat mendatangkan batu sandungan, baik bagi sesama warga Gereja maupun masyarakat umum. Pamerdi dilaksanakan dengan cara membatasi hak-haknya.
(2)       Pamerdi bertujuan:
1.   Agar yang bersangkutan mengakui dosanya dan bertobat, sehingga keselamatannya terpelihara.
2.   Agar menjadi peringatan dan pendidikan bagi semua warga Gereja.
3.   Agar kesucian Gereja sebagai anugerah Tuhan tetap terjaga demi kemuliaan Tuhan Yesus Kristus.
(3)       Pamerdi dilakukan terhadap warga Baptis Anak, Warga Dewasa, Pejabat gerejawi, dan Gereja.
(4)       Pamerdi terhadap warga Baptis Anak dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.   Jika ada warga Baptis Anak yang jatuh dalam dosa atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, dilakukan teguran secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut. Selanjutnya ia diberi nasihat  dalam kasih agar menyesal, dan mohon pengampunan, dan  bertobat.
2.   Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka hal tersebut diberitahukan kepada Majelis Gereja.
3.   Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap warga Gereja tersebut.
4.   Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil, ia tidak diperkenankan untuk mengaku percaya/sidi, menerima pelayanan pernikahan gerejawi. Bagi orang tua/wali warga jika terbukti lalai mendidik anak sehingga anak tersebut  berbuat dosa, juga dikenai pamerdi.
5.   Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan terhadap yang bersangkutan dan mendoakannya agar suatu ketika yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat.
6.   Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali.
(5)       Pamerdi terhadap warga dewasa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.   Jika ada warga dewasa yang jatuh dalam dosa atau paham pengajarannya bertentangan dengan Firman Tuhan dan menjadi batu sandungan bagi orang lain, maka dilakukan teguran dan nasihat secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut, agar ia menyesal, mohon pengampunan, serta bertobat.
2.   Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka hal itu diberitahukan kepada Majelis Gereja.
3.   Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap warga tersebut.
4.   Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil ia tidak diperkenankan untuk menerima pelayanan sakramen, membaptiskan anak, menerima pelayanan pernikahan gerejawi, dan memilih atau dipilih sebagai pejabat gerejawi.
5.   Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan terhadap yang bersangkutan dan mendoakannya agar suatu ketika yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan, dan bertobat.
6.   Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali.
7.   Jika sudah dilakukan pendampingan ternyata yang bersangkutan tetap mengeraskan hati, maka yang bersangkutan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut, bahwa yang bersangkutan berada pada masa pamerdi.
(6)       Pamerdi terhadap Pejabat Gerejawi dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1.   Pamerdi terhadap Penatua atau Diaken
a.   Jika ada Penatua dan Diaken yang menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran GKJ, menyalahgunakan jabatannya, menimbulkan kekacauan atau perpecahan di dalam Gereja, kelakuannya tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan atau jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan  bagi warga gereja dan masyarakat, maka diadakan teguran dan nasihat secara pribadi oleh orang yang mengetahui kasus tersebut dalam kasih agar ia menyesal dan mohon pengampunan, dan bertobat.
b.   Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka orang yang melakukan peneguran memberitahukan hal itu kepada Majelis Gereja.
c.   Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap Penatua atau Diaken tersebut.
d.   Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil maka:
i.    Jabatan gerejawinya ditanggalkan setelah diputuskan dalam rapat Majelis Gereja yang dihadiri dan disetujui oleh utusan dari sekurang-kurangya  3 (tiga) Gereja GKJ tetangga dalam Klasis Gereja yang bersangkutan. Penanggalan jabatan tersebut diwartakan dalam Warta Gereja dari Gereja yang bersangkutan.
ii.    Ia tidak diperkenankan untuk membaptiskan anaknya, mengikuti Perjamuan Kudus, menerima pelayanan pernikahan gerejawi, dan memilih pejabat gerejawi.
e.   Majelis Gereja terus melaksanakan pendampingan dan mendoakan terhadap yang bersangkutan agar mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat.
f.    Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali.
2.   Pamerdi terhadap Pendeta atau Pendeta Emeritus dilakukan sebagai berikut:
a.   Jika ada Pendeta atau Pendeta Emeritus yang menganut dan mengajarkan ajaran yang tidak sesuai dengan ajaran GKJ, menyalahgunakan jabatannya,  menimbulkan kekacauan atau perpecahan di dalam Gereja, kelakuannya tidak sesuai dengan Firman Tuhan dan atau jabatannya, sehingga menjadi batu sandungan  bagi warga Gereja dan masyarakat, maka dilakukan teguran dan nasihat  secara pribadi oleh orang mengetahui kasus tersebut  dalam kasih, agar ia menyesal, mohon pengampunan, dan bertobat.
b.   Jika teguran itu tidak membawa hasil, maka orang yang melakukan teguran   memberitahukan hal itu kepada Majelis Gereja.
c.   Berdasarkan laporan itu Majelis Gereja melakukan peneguran terhadap Pendeta atau Pendeta Emiritus tersebut.
d.   Jika Majelis Gereja telah menegur beberapa kali dan tidak membawa hasil maka:
i.    Selama belum ada keputusan Klasis  status  kependetaannya digantung yaitu tidak boleh melaksanakan tugas  kependetaan. Penggantungan jabatan Pendeta setelah diputuskan dalam rapat Majelis Gereja yang dihadiri dan disetujui oleh utusan dari sekurang-kurangya  tiga Gereja GKJ tetangga dalam Klasis Gereja yang bersangkutan.
ii.    Tidak boleh menerima sakramen perjamuan, pelayanan pemberkatan nikah, dan memilih pejabat gerejawi.
iii.   Selama masa penggantungan dan yang bersangkutan tidak menunjukkan tanda-tanda pertobatan Majelis Gereja menyampaikan rencana penanggalan kepada Sidang Klasis.
iv.   Penanggalan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam pasal 15.
v.   Kesejahteraan hidup Pendeta atau Pendeta Emeritus yang sudah ditanggalkan kependetaannya, didasarkan pada kesepakatan antara yang bersangkutan dengan Majelis Gereja, dan diketahui oleh Klasis Gereja yang bersangkutan.
e.   Majelis Gereja terus melaksanakan penggembalaan terhadap yang bersangkutan, agar yang bersangkutan mengakui dosanya, mohon pengampunan dari Tuhan, dan bertobat.
f.    Jika yang bersangkutan pada akhirnya bertobat, maka Majelis Gereja melaksanakan pelayanan pertobatan. Selanjutnya, hak-hak yang bersangkutan dipulihkan kembali.
(7)       Pamerdi terhadap Gereja dilakukan sebagai berikut:
1.   Gereja yang secara prinsipial mempunyai pandangan teologi dan praktek hidup bergerejanya bertentangan dengan Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ, maka Klasis yang bersangkutan memperingatkan Gereja tersebut. Apabila Gereja yang bersangkutan tidak mau menerima peringatan Klasis, maka masalahnya dibawa ke Sinode untuk mendapatkan keputusan tentang masalah Gereja tersebut.
2.   Apabila Sinode memutuskan agar Gereja itu meninggalkan ajaran itu, namun Gereja itu menolak keputusan tersebut, maka Gereja itu dikenai masa pamerdi. Masa pamerdi terhadap Gereja itu diberitahukan kepada semua pihak yang mempunyai kaitan dengan Gereja itu.
3.   Sinode terus-menerus mengadakan pendampingan, agar Gereja yang telah dikenai masa pamerdi itu mengubah pandangannya dan praktik hidup bergereja yang bertentangan.
4.   Apabila Gereja yang telah dikenai masa pamerdi itu ingin kembali ke dalam persekutuan GKJ, maka penerimaan kembali harus diputuskan oleh Sinode berdasarkan usul dari Klasis yang bersangkutan. Penerimaan kembali itu perlu diberitahukan kepada semua pihak yang mempunyai kaitan dengan Gereja itu.

Pasal 56
PELAYANAN PENERIMAAN PERTOBATAN

(1)       Warga Gereja yang jatuh ke dalam dosa dan ingin bertobat, ia menyampaikan permohonan pernyataan pertobatannya kepada Majelis.
(2)       Menanggapi permohonan itu Majelis Gereja melakukan percakapan pastoral untuk meneliti kesungguhan keinginan dan niatnya. Berdasarkan percakapan khusus tersebut, Majelis Gereja menetapkan kelayakan pemohon untuk diterima pernyataan pertobatannya.
(3)       Apabila permohonan itu disetujui pelayanan pernyataan pertobatan dilaksanakan dalam percakapan gerejawi atau dalam kebaktian Khusus yang diselenggarakan di dalam Sidang Majelis Gereja, atau kebaktian hari Minggu, sesuai dengan kebijaksanaan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan juga permohonan warga Gereja yang bersangkutan dengan menggunakan pertelaan yang berlaku di Sinode GKJ.