Pasal 6
PENATUA DAN DIAKEN

(1)       Syarat-syarat:
1.   Warga dewasa dari gereja yang bersangkutan setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun menjadi warga dan tidak berada dalam pamerdi, serta dipandang layak untuk menjadi seorang Penatua atau Diaken.
2.   Warga gereja yang tempat tinggal dan kehidupan sehari-harinya memungkinkan untuk melaksanakan tugas sebagai Penatua dan Diaken.
3.   Memiliki pengetahuan yang memadai tentang Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata  Laksana GKJ serta menaatinya.
4.   Sikap dan perilaku pribadi dan atau keluarganya tidak menjadi batu sandungan bagi warga gereja dan masyarakat.
5.   Bersedia dan mampu memegang rahasia jabatan.
6.   Mau dan mampu bekerjasama dengan orang lain.
(2)       Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan.
1.   Pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan Penatua dan atau Diaken menjadi wewenang dan tanggung jawab Majelis Gereja dengan memperhatikan pertimbangan dari warga gereja.
2.   Majelis Gereja mewartakan bahwa dibutuhkan sejumlah tertentu calon Penatua dan atau Diaken dan mempersilakan warga gereja untuk bergumul dalam doa serta mengusulkan nama-nama calon Penatua dan atau Diaken kepada Majelis Gereja. Pewartaan itu disampaikan di dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut, dengan memberitahukan tentang syarat-syarat calon Penatua dan atau Diaken.
3.   Berdasarkan usulan sejumlah nama-nama calon yang masuk dari warga gereja, Majelis Gereja memilih dan menetapkan sejumlah nama calon Penatua dan atau Diaken yang dibutuhkan dalam persidangan Majelis Gereja dengan mempertimbangkan tugas Penatua dan atau Diaken, juga faktor potensi warga gereja, kaderisasi, keberlangsungan program-program pelayanan gereja, jenis keahlian, dan pelayanan yang dibutuhkan.
4.   Majelis Gereja menghubungi calon-calon yang sudah ditetapkan untuk menanyakan kesediaan mereka, setelah menjelaskan arti dan tugas panggilan Penatua dan atau Diaken kepada calon-calon tersebut.
5.   Setelah nama-nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi menyatakan kesediaannya, maka nama calon Penatua dan atau Diaken tersebut diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
6.   Majelis Gereja bertanggung jawab menentukan hari dan pelaksanaan pemilihan calon Penatua dan atau Diaken.
7.   Dengan memperhatikan hasil pemilihan oleh warga gereja, Majelis Gereja menetapkan calon terpilih Penatua dan atau Diaken.
8.   Apabila cara pemilihan seperti yang dimaksud dalam ayat (2).1-7. di atas tidak dapat dilaksanakan, maka penetapan Penatua dan atau Diaken diatur sebagai berikut:
a.   Setelah nama–nama calon Penatua dan atau Diaken yang dihubungi  menyatakan kesediaannya, maka Majelis Gereja menetapkan nama calon Penatua atau Diaken tersebut sesuai dengan kebutuhan, dan diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut. Dalam warta tersebut ditetapkan juga rencana hari dan tanggal peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken.
b.   Warga Gereja dipersilahkan mempergumulkan dalam doa dan mempertimbangkan kelayakan dari calon Penatua dan atau Diaken.
9.   Jika tidak ada keberatan yang sah, Majelis Gereja menyampaikan panggilan kepada calon Penatua dan atau Diaken.
10.  Peneguhan ke dalam jabatan Penatua dan atau Diaken dilaksanakan dalam kebaktian dengan menggunakan pertelaan Peneguhan Jabatan Gerejawi yang berlaku. Dalam kebaktian peneguhan tersebut dilakukan penandatanganan pernyataan pejabat gerejawi yang berisi janji setia pada Alkitab, Pokok-pokok Ajaran GKJ, serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
11.  Peneguhan jabatan Penatua dan atau Diaken dibatalkan jika ada keberatan yang sah. Hal itu diberitahukan kepada calon dan kepada yang mengajukan keberatan tersebut serta diwartakan dalam kebaktian hari Minggu 2 (dua) minggu berturut-turut.
(3)       Tugas Penatua dan Diaken.
1.   Tugas utama Penatua adalah melaksanakan pemerintahan gereja demi terlaksananya tugas panggilan gereja.
2.   Tugas utama Diaken adalah memelihara iman warga gereja dengan cara memperhatikan kesejahteraan hidup warga Gereja dan melaksanakan pelayanan kepada masyarakat umum.
(4)       Masa Jabatan Penatua dan Diaken.
1.   Masa jabatan Penatua dan Diaken dalam satu periode adalah tiga tahun. Seorang dapat menjabat sebagai Penatua atau Diaken sebanyak-banyaknya dua periode berturut-turut dan dapat diusulkan lagi setelah tidak menjabat sekurang-kurangnya selama 1 (satu) tahun.
2.   Peletakan jabatan Penatua dan Diaken yang berakhir masa jabatannya dilakukan dalam kebaktian hari Minggu, dengan menggunakan Pertelaan yang berlaku.
3.   Jabatan Penatua dan Diaken dapat tanggal sebelum masa jabatannya berakhir karena:
a.   Pindah menjadi anggota gereja lain.
b.   Berada/bertempat tinggal sedemikian sehingga tidak dapat melakukan pelayanannya dengan baik. 
c.   Sengaja tidak aktif melaksanakan tugas sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan.
d.   Berada dalam pamerdi.
e.   Sakit sehingga tidak dapat melanjutkan pelayanannya.
f.    Mengundurkan diri dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.
g.   Meninggal dunia.
4.   Penanggalan dalam ayat (4).3.c. pasal ini dilakukan setelah mendapat pertimbangan Gereja Tetangga.
5.   Penanggalan dalam ayat (4).3. diwartakan dalam kebaktian hari Minggu dua minggu berturut-turut.

Pasal 7
PENDETA

(1)       Pemanggilan Pendeta dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang belum berjabatan Pendeta harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, vikariat, dan penahbisan.
2.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari GKJ lain harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, dan peneguhan.
3.   Pemanggilan Pendeta dari seorang yang sudah berjabatan Pendeta dari gereja lain yang seajaran  harus melalui proses pencalonan, pemilihan, pemanggilan, pembimbingan, pendampingan, ujian calon Pendeta, dan peneguhan.
(2)       Syarat-syarat:
1.   Warga Sidi GKJ atau Gereja lain yang ajarannya seasas, yang tidak sedang dalam pamerdi, dan dipandang layak untuk menjadi seorang Pendeta.
2.   Telah menamatkan studi teologia sekurang-kurangnya jenjang S1 dari pendidikan teologia yang didukung oleh Sinode GKJ.
3.   Bersedia menerima Pokok-pokok Ajaran GKJ serta Tata Gereja dan Tata Laksana GKJ.
4.   Memiliki kemampuan dan bersedia untuk menjadi Pendeta sebagai panggilan spiritual.
5.   Syarat tambahan dapat ditentukan Majelis Gereja sesuai dengan konteks kebutuhan setempat sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa syarat-syarat di atas.
(3)       Status Kependetaan.
1.   Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah Pendeta GKJ tertentu.
2.   Pendeta GKJ tertentu memiliki keabsahan dan kewenangan pelayanan di lingkup Klasis dan Sinode GKJ serta Gereja-gereja lain anggota PGI.
3.   Pendeta GKJ pada hakikatnya adalah pelayan penuh waktu
4.   Pendeta GKJ tidak dapat merangkap sebagai tenaga penuh waktu di lembaga lain.
5.   Pendeta GKJ tertentu dapat diutus menjadi PPK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)       Tugas Pendeta:
1.   Tugas Umum, sesuai dengan Pasal 5.(1), tentang Tugas Majelis.
2.   Tugas Khusus:
a.   Memimpin Pelayanan Sakramen.
b.   Memimpin Pelayanan Pengakuan Percaya atau Sidi.
c.   Memimpin Pelayanan Pengakuan Pertobatan.
d.   Memimpin Pelayanan Penahbisan dan atau Peneguhan pejabat gerejawi serta pelantikan badan-badan pembantu majelis.
e.   Memimpin Pelayanan Peneguhan Pernikahan dan Pemberkatan Perkawinan Gerejawi.
(5)       Masa Jabatan Pendeta.
Jabatan Pendeta berlaku seumur hidup, kecuali jabatan Pendeta itu ditanggalkan.